Rabu, 17 Oktober 2018

Surat Terbuka Untuk Sepenggal Nama Di SMUNSA



Dear Shiro,
            Hey, apa kabarmu di sana? Nama yang masih terlalu miris untuk disebut, bahkan setelah helai demi helai rambutku mulai memutih, dan keriput mulai membuat ceruk di dekat pelipis. Shiro, , begitulah aku menoreh namamu di ribuan lembar buku harianku. Sosok yang pernah membuatku gila, menginginkanmu hingga ke ubun-ubun.
            Pagi ini aku ingin sedikit berbagi cerita kepadamu. Empat bulan lalu, tak sengaja aku mampir ke Jalan Pramuka. Jalan lengah dengan bangunan histori SMUNSA yang masih kokoh meraja, paling tidak cukup memberiku tiket bernostalgia dengan romantika masa SMA yang indah, saat ku masih lugu menginginkanmu tanpa menimbang logika.
            Shiro, kamu ingat koridor depan kelas kita di X-7? Itu adalah titik kulminasi perjumpaan kita, pertautan mata yang membuatku mengagumimu bukan lagi sekedar teman kelas. Kamu yang manis, dengan bola mata liar menyambar macam elang, rambut ikalmu yang menggelitik geli, tungkai kakimu yang lincah bergerak mendrible bola basket, kamu yang wangi, kamu dan segala tentangmu yang menjejali pikiranku.
            Lalu langkahku menapak di teras aula, depan kelas kita. Di sanalah kembali kenangan tentangmu menyeruak. Fragmen kehidupan yang sulit terberai andai sang rawi lesap sekalipun. Kubaca lagi secarik catatan yang kamu tinggalkan di halaman belakang buku Bahasa Indonesiaku, penggalan lirik lagu Caffein, Hidupku Kan Damaikan Hatimu.
hidupku kan damaikan hatimu
diriku kan selalu menjagamu
ijinkan ku selalu bersamamu
kasihku padamu
Sempat ku berkhayal, penggalan liriknya mewakili perasaanmu padaku. Yah, itu terjadi sebelum kemudian di 12 Januari 2002, kamu tampil bersama Meff Band dan mematahkan perasaanku dengan lagu Tak Harus Miliki  dari Dr.PM.

Maafkan aku hasrat tlah pergi
maafkan atas senyum yang kini tlah pudar
maafkan maafkan kata yang terucap
jadi satu arti tersirat di hati
tak kan mungkin ada
semua tlah sirnadan tlah sirna
            Tahukah kamu, lagu ini sempat menjadi nada dering ponselku selama belasan tahun?
           
            Begitulah Shiro aku mencintaimu dengan segenap perasaanku. Kamu dan semua orang tahu benar, betapa aku pernah memperjuangkan perasaan ini. Hal yang sejatinya masih menjadi misteri, adalah balasan dari perasaanmu sendiri. Pernahkah aku ada di hatimu, berhasilkah aku menyentuh rasamu? Jika pun aku pernah berhasil, lalu perasaan itu sebatas apa? Aku tak kelewat berharap sebesar perasaanku padamu, setidaknya bagimu aku bukan sekedar teman kelas tanpa catatan kedekatan.
            Di hari terakhir kita meninggalkan SMUNSA, sempat aku menangis berpikir takkan pernah lagi melihatmu, menyentuhmu dan berbincang lama denganmu. Aku harus pergi merantau ke Malang, berjibaku mengejar kematangan masa depan. Aku harus berhasil menghebatkan diriku agar nantinya layak bersanding denganmu yang bagiku lebih dari sekedar sempurna. Aku pikir kamu mau menungguku, memberiku kesempatan aku menuntaskan yang sudah kumulai. Kelak bilaku telah sempurna, maka dengan cinta yang sama kamu akan kujemput. Malangnya, belum juga ku berhasil, kamu terlanjur pergi. Di hari Kamis, 24 Nopember 2005 takdir memutuskan segalanya. Kamu temukan tambatan hatimu, perempuan elok yang barangkali akan kubenci seumur hidupku.
`           Aku mengalami yang pujangga sebut patah hati. Bukan sembarang patah hati, karena aku menangisimu sepanjang hari di sepanjang tahunku. Masa-masa sulit yang membuatku sempat berpikir menjerat leher, tapi sejatinya aku takut mati. Maka kupilih melanjutkan hidup meski sejatinya sudah tak lagi punya alasan untuk siapa lagi ku berjuang. Aku merasa kehilangan tanpa tahu apa sejatinya aku pernah memiliki.
            Belasan tahun terlewat, kini kita sama-sama tumbuh dewasa. Kamu dan keluarga kecilmu hidup damai, dengan karier yang makin meroket di salah satu instansi swasta. Sementara aku masih terus berusaha bahagia dengan apa yang benar-benar kumiliki sekarang. Aku memilih mengabdikan hidupku di dunia pendidikan, berpikir mencerdaskan anak negeri dengan bekal ijazah yang kuperoleh di tanah rantau. Paling tidak aku berhasil. Satu-satunya kegagalan terbesarku adalah betapa sulit bagiku untuk mengikhlaskanmu. Di usiaku yang memasuki kepala 3, kuputuskan belum menikah dulu. Barangkali dosa bila kuberpikir di masa penantian ini kamu akan kembali. Tapi begitulah aku. Masih sering ku meracau memanggil namamu, berdiri macam orang dungu di Perempatan Jalan Jokotole hanya untuk bisa melihatmu, hingga pada suatu ketika Tuhan menyadarkanku.
            Berangsur-angsur kumulai berpikir, tak mungkin selamanya aku mengharapmu, kisah kita sudah kadung kadaluarsa. Jika kamu bisa bahagia, maka seharusnya aku bisa.
Melalui surat ini, aku hanya ingin mengabarimu, betapa saat ini aku hampir berhasil mengikhlaskanmu. Aku mulai menerima kenyataan kita tidak berada di takdir yang sama, dan bahwa dia adalah yang terbaik buatmu. Maka sebagai balasannya berdoalah untuk kebahagiaanku, agar pada akhirnya aku benar-benar bisa mendapatkan pendamping hidup bukan lagi berharap bodoh padamu.
            Shiro, kamu adalah cinta dan kisah pertamaku. Tidak pernah ada yang bisa mengubah itu. Tapi setiap perjuangan, pada akhirnya akan menemukan garis finishnya. Dan inilah saatnya.
            
Salamku,
Dari Penggalan Kisah SMA mu

Ime

Sinopsis Film Belahan Jiwa, Sukses Bikin Kita Bingung

Kalau ada film yang sukses bikin kepalaku pening, ya film Belahan Jiwa. Apalagi film Belahan Jiwa hadir di masa mudaku yang belum...