Selasa, 30 April 2019

LRT, FIGUR MINIMALIS KENYAMANAN MAKSIMALIS


Kemacetan menjadi wajah ibu kota saat ini. INRIX, sebuah lembaga penganalisis data kemacetan yang berpusat di Washington pada tahun 2016, menempatkan Jakarta sebagai kota dengan kemacetan tertinggi kedua di Asia dan menduduki peringkat ke 12 dari 1064 kota besar di dunia. Berbagai penyebab kemacetan pun coba diurai, mulai dari membludaknya jumlah penduduk, lemahanya peraturan perundang-undangan dalam hal kepemilikan kendaraan, membanjirnya produsen kendaraan bermotor, mobilitas penduduk yang tinggi, hingga budaya antri dan disiplin lalu lintas yang masih kurang. Segala cara sudah dilakukan pemerintah, baik pusat maupun Pemprov DKI untuk mengendalikan angka kemacetan, mulai dari pemberlakuan nomor kendaraan ganjil genap, hingga melakukan pembaharuan moda transportasi massal.
Hasil gambar untuk gambar kemacetan jakarta
            Jakarta berdiri di lahan seluas 661,52  dengan jumlah penduduk mencapai 10.374.235 jiwa di tahun 2017. Memperlebar ruas jalan demi mengurangi kemacetan tidak bisa dijadikan solusi. Yang bisa dilakukan adalah membatasi jumlah penggunaan kendaraan pribadi. Sebagai konsekuensi dari solusi tersebut, pemerintah harus menyediakan alat transportasi massal yang mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat untuk sampai ke tempat tujuan dengan selamat, cepat dan menyenangkan selama di perjalanan.
            Di tahun 2004, pemerintah secara resmi mulai mengoperasikan layanan bus Trans Jakarta, bus dengan jalur khusus yang 11 tahun kemudian mulai menggunakan uang elektronik sebagai ongkos. Wajah Jakarta sebagai ibu kota memang berubah. Keberadaan Trans Jakarta paling tidak menjawab keinginan masyarakat akan moda transportasi massal yang ramah, bersih, nyaman dan cepat. Tapi untuk bisa mengurai kemacetan di ibu kota yang sudah kepalang parah, layanan bus tetap saja makan tempat. Belum lagi, kurangnya kesadaran pengguna jalan yang masih suka mencuri jalur bus Trans Jakarta demi menghemat perjalanan, sehingga sering menyebabkan kecelakaan.
            Polemik pada bus Trans Jakarta mengalihkan perhatian pemerintah pada moda transportasi kereta. Selain mampu menampung penumpang lebih besar, kereta cenderung lebih cepat karena memiliki jalur sendiri. Kereta dan stasiun juga dinilai lebih historis dan sentimental jika dibandingkan bus. Tapi kereta berbahan fosil di Indonesia rangkanya sudah semakin tua, belum lagi aroma bahan bakar fosil yang tak pernah sedap untuk dihirup. Sudah waktunya memang kita beralih pada kereta listrik. Sebagai ibu kota, Jakarta dinilai terlambat untuk mengimbangi kemajuan kota besar lainnya di dunia. Sebut saja Manila yang sudah mengenal MRT sejak tahun 1984, disusul oleh Singapura 3 tahun kemudian dengan jalur tempuh menjangkau seluruh kota. Mengusung slogan “lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali”, Indonesia berusaha mengejar ketinggalan dengan meluncurkan KRL (Kereta Rel Listrik), LRT (Light Rapid Transit) yang sedianya dioperasikan untuk membantu mobilisasi para atlet Asian Games selama tahun 2018 kemarin.  
            Asian Games telah berakhir, lalu apa kabar LRT Jakarta dan LRT Palembang? LRT Palembang boleh saja sepi peminat karena terbatasnya akses dan jangkauan, tapi tidak dengan LRT Jakarta. Mobilitas penduduk yang jauh lebih tinggi ditambah kemacetan Jakarta yang sulit dilerai, menjadi alasan kuat mengapa warga Jakarta patut beralih pada moda transportasi massal LRT. Meski hanya memiliki jalur lintas 5,8 Km dan mau tidak mau harus bersaing ketat dengan teman sejawatnya, MRT (Mass Rapid Transit), LRT Jakarta dipastikan akan menjadi layanan moda transportasi yang lincah, ramah, terpercaya, dengan tagline Moving People Connecting Communitities.
            LRT Jakarta dibangun oleh PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, dengan menelan biaya kurang lebih Rp 500 milliar untuk setiap kilometernya, nominal yang sempat diperdebatkan oleh para punggawa negeri yang menilainnya terlalu boros. LRT pertama kali diuji pada 15 Agustus 2018, dengan dua fase jalur. Pertama fase A dengan jalur Pengangsaan Dua – Velodrome, dan fase kedua dari Velodrome ke Tanah Abang.
Lalu apa saja kelebihan LRT jika dibandingkan dengan moda transportasi sejenis, seperti MRT dan KRL?
Gambar terkait
1.      LRT lebih ramping
LRT Jakarta memiliki figur gerbong yang lebih ramping bahkan jika dibandingkan dengan MRT sekalipun. Dengan volume ruang 11,5 meter X 2,6 meter X 3,6 meter, LRT tampil lebih ringan, fleksibel sehingga dapat meliuk lincah di jalur melayang atau elevated rel. Sementara gerbong MRT dengan dimensi ruang 20 meter X 2,9 meter X 3,9 meter menjadi lebih kaku, karena MRT memang didesain untuk trek  yang cenderung lurus sehingga minim manuver. Berbeda dengan LRT, yang menggunakan sistem listrik aliran bawah dan dipasangi articulated bogie di antara gerbong sehingga mampu bermanuver stabil hingga belokan 40 meter. LRT sendiri digambarkan sebagai kereta dengan beban per gandar (axle) maksimum 12 ton, sehingga terpositioning sebagai kereta ringan. Untuk membedakannya dengan moda transportasi lain, LRT membawa unsur warna kebangsaan merah putih dengan corak emas yang mewakili unsur budaya batik.
Hasil gambar untuk gambar LRT jakarta dari atas
2.      Bebas macet dan tidak menyebabkan kemacetan
Berjalan di elevated rel,  memungkinkan LRT bergerak tanpa aral rintang, terutama kemacetan. Seluruh jalur dibuat melayang sehingga tidak menimbulkan konflik jalur seperti kereta pada umumnya.
Hasil gambar untuk gambar jalur elevated rel krl
3.      Kecepatan maksimal 
Kecepatan meluncur LRT memang kalah jika dibandingkan MRT yang mampu meluncur 100 – 150 kilometer per jam. Tapi dengan kecepatan top speed 90 kilometer per jam, LRT memiliki jarak antar kereta (headway) yang stabil sehingga kecepatan waktu tempuh tetap menjadi keunggulan dari moda kereta yang satu ini.
4.      Depo terintegrasi Area Komersil

Hasil gambar untuk depo lrt
Depo LRT semacam klinik, tempat penyimpanan, pemeriksaan sekaligus perawatan LRT. Sebagai ruang rawat inap, depo LRT dikembangkan dengan konsep transit oriented development (TOD). Selain itu  depo LRT direncanakan akan terintegrasi dengan area komersil dan residensial. Nantinya depo akan memiliki diversifikasi fungsi, bisa belanja, beristirahat, mandi sudah semacam rest area.
5.      Terintegrasi dengan moda transportasi lainnya
Bicara tentang rencana integrasi, nantinya LRT akan terintegrasi dengan Trans Jakarta di Perintis Kemerdekaan, sehingga dapat memacu pembaruan pembangunan di areal tersebut. LRT nantinya juga akan terintegrasi dengan KRL, MRT dan Jak Lingko. Bersaing sehat dari segi ekonomi, pada akhirnya moda transportasi ini terintegrasi untuk memudahkan warga Jakarta dalam memanuver.
6.      Stasiun yang terpercaya
Ada 6 stasiun LRT, yang tersebar di Jakarta hingga kota-kota satelitnya seperti Bekasi dan Cibubur. Selain itu pilihan stasiun yang lebih representatif , stasiun LRT juga memiliki fasilitas memadai mulai dari ruang ibadah, toilet, pos kesehatan, hingga ruang menyusui. Bagi penyandang disabilitas sudah disediakan guiding block (jalur khusus tunanetra), toilet yang memudahkan manuver kursi roda hingga elevator.
Hasil gambar untuk fasilitas lrt
7.      Aman
Berbekal 2 – 4 rangkaian kereta, dengan kapasitas penumpang sepertiga saja dari MRT, yaitu 600 penumpang, LRT akan menjadi moda transportasi yang menenangkan dan tidak terlalu bising. Fasilitas yang ditawarkan dalam gerbong pun lengkap, mulai dari tombol PEI, CCTV, katup pintu darurat, layar PID dan area pengguna prioritas bagi penyandang disabilitas maupun wanita. Dijamin si mungil dapat memberikan keamanan dan kenyamanan maksimal.



1 komentar:

Sinopsis Film Belahan Jiwa, Sukses Bikin Kita Bingung

Kalau ada film yang sukses bikin kepalaku pening, ya film Belahan Jiwa. Apalagi film Belahan Jiwa hadir di masa mudaku yang belum...