Jauh sebelum
filmnya rilis, aku udah baca novelnya dan kuakui Donny Dirgantoro lebih dari
sekedar api meracik kata. Novel garapannya udah kayak wikipedia, banyak banget
wawasan baru yang singgah di otak. Novel bersampul hitam yang kuwarisi dari
sahabatku (Benny) memang sudah lama kuandaikan untuk rilis sebagai film.
Dan ketika film
ini beneran rilis, aku girang banget karena sosok Genta ‘sang leader’ dipercayakan
kepada Fedi Nuril. Tapi sedikit mengecewakan saat tahu Raline Shah yang jadi
sosok Riani. Aduh ... menurutku dia terlalu cantik, terlalu elegan untuk berada
di kerumunan 4 pejantan. Masih menurutku, Si Riani versi Raline Shah juga
kurang cerewet, jarang pake kacamata, rambutnya juga nggak pernah dikucir,
tidak seperti gambaran Riani di novel. Kalau sosok Zafran, si penyair konyol
aku sepakat kalau diperankan si imut Herjunot Ali, tapi sayang rambutnya kurang
gondrong, terlalu klimis untuk menjadi seorang penyair gendeng. Si Ian gendut
diperankan oleh Igor
vocalis Saykoji , bengkaknya sih udah dapet, tapi tampangnya
kurang bokep. Nah yang bikin aku keki, Arial yang datar diperankan oleh Deny
Sumargo, sementara Arinda kembarannya diperankan oleh Pevita Pearce. Hayo ... dimana miripnya?
Bicara secara
keseluruhan, aku lebih suka versi novelnya karena kutipannya jauh lebih banyak.
Tapi sayang, ending di novel jatuhnya terlalu maksa, mana Genta jadinya ma
Citra lagi. Kalau aku sih lebih dukung ending versi filmnya, dimana Genta masih
ngejomblo dan pada akhirnya ketemu Arinda yang semakin mateng.
Ohya, buat kamu
yang belum pernah baca novel atau bahkan belum nonton filmnya, aku bagikan
sinopsisnya. Semua berawal dari persahabatan 5 orang beda karakter yang sepakat
untuk menjadi diri mereka sendiri: Genta, Ariyani, Ian , Arial dan Zafran.
Karena bosen keseringan ketemu, mereka memutuskan untuk vakum selama 3 bulan
dan baru bertemu di tanggal 14 Agustus di Stasiun Senen. Genta sang leader,
berencana mengajak 4 sahabatnya mendaki Puncak Mahameru di Kota Malang. Nah,
kebetulan si Arinda ikut. Di sinilah kisah cinta segiempat mulai terbentuk.
Genta sudah lama
naksir Riani, dan berdasarkan kacamata penonton awam dipikirnya Riani juga
naksir Genta. Eh, ternyata meleset. Riani ternyata menyimpan perasaan
terdalamnya untuk Zafran, yang terang-terangan naksir Arinda. Yang bikin sisi
romantis film ini makin kuat, ternyata si cantik Arinda naksir Genta, hanya
Genta dan selalu Genta. Di Ranu Kumbolo, surganya Gunung Semeru segala rasa
terungkap dengan kalimat dialog Riani yang bikin pembaca, penonton melongo: “Tapi
bukan kamu, Ta yang ada di hati Riani. Dia ... Zafran, Ta.”
Yah ... kalah
taruh deh.
Adegan yang paling
dramatis dan memaksaku sempat menangis dalam versi novelnya, adalah pas Ian
jatuh dan dipikir udah mati. Sementara adegan paling konyol, adalah ketika
Zafran dan Ian termakan omongan Genta untuk mendaki tanjakan cinta. Terlepas dari semuanya, mau novel atau
filmnya, 5 CM tetap menjadi hiburan paling menarik, karena di 5 CM kita belajar
apa itu berjuang, menjaga cinta, persahabatan, dan bagaimana kita mencintai
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar