Minggu, 03 Desember 2017

SAHABATMU GAY, KOK KAMU BARU TAHU?





Sebut saja namanya Alan. Kami bersahabat sejak di bangku SMA hingga kini matang di usia kepala 3. Dengan ekor bibirnya yang kerap meliuk setiap kali berbicara, aku tidak pernah berpikir sebelumnya kalau Alan ternyata seorang gay, lebih-lebih dia sering memperkenalkan pacarnya padaku, dan mereka semua positif perempuan. Hingga di suatu ketika Alan mendekati sepupuku dan berhasil membawanya ke pelaminan. Belum genap 3 bulan menikah, bahkan aku belum sempat menjual undangan mereka ke tukang loak, tiba-tiba sepupuku menjerit minta cerai dengan alasan yang sungguh mengejutkan: Alan belum pernah menjamahku. Dari sanalah fakta terkuak kalau Alan ternyata seorang gay, meski tentu saja Alan tak pernah secara lugas mengakuinya.
            Belajar dari pengalaman dan bertanya sini situ, disini aku mau men-share bagaimana cara mengetahui seorang itu gay atau tidak dilihat gejalanya, karena untuk bisa mendapatkan pengakuan secara “implisit” saja itu butuh waktu bertahun-tahun, bisa-bisa kamu udah ketipu duluan.
1.    Bedakan “Care” dan “Kepo”
Sebagai ilustrasi, aku punya 2 sahabat laki-laki: Alan dan Bintang, dan kepada keduanya aku kerap curhat tentang kelakuan pacarku Rios yang selingkuh tak berkesudahan. Bedanya, Bintang sekedar mendengar dan memberi saran, itupun kalau kuminta. Nah, Si Alan beda lagi. Tidak cukup hanya mendengar, memberi kritik dan saran, tak tanggung-tanggung Alan melibatkan diri terlalu dalam dengan masalahku, seperti ikutan memaki Rios dan melabrak selingkuhannya. Di satu sisi aku girang punya pengacara gratis, disisi lain aku heran kenapa justru Alan yang menjadi begitu protektif. Pacarnya Rios kan aku? Bukan dia.
2.    Suka Syirik Dengan Perempuan Cantik
Denganku yang sedikit tomboy, Alan baik luar biasa, tapi tidak dengan teman perempuanku yang lain, terutama mereka yang cantik, yang punya body aduhai, yang penampilannya necis ala ibu pejabat nengok suami di bui, Alan paling anti dengan yang begituan. Tiap kali kuceritakan sebait aib saja tentang mereka, Alan menimpalinya dengan satu wacana yang isinya mencela dan mengumbar keburukan mereka hingga ke akar-akar. Lebih-lebih jika itu menyangkut pacar dan perempuan yang sedang didekati Bintang, selalu saja Alan menemukan sisi terburuk yang bisa meyakinkan Bintang untuk segera melepas itu perempuan, entah karena alisnya berkelok, hidungnya bengkok, dagunya punya bakat berjenggotlah, aku saja yang perempuan tak pernah meneropong sedetil itu.  Kadang terpikir olehku, jangan-jangan Alan naksir Bintang.
3.    Kasar Tidak Pada Porsinya
Pada kasus lain, teman lelaki Alan yang disinyalir sesama gay pernah terlibat cekcok dengan seorang perempuan di tempat fitnes. Tidak jelas apa yang mereka perdebatkan. Yang sempat kutangkap dengan mata kepalaku, teman lelaki Alan menjambak rambut perempuan tadi tanpa ampun. Kalaupun lelaki terpaksa kasar dengan perempuan karena suatu hal, rata-rata mereka akan menampar atau memukul sekalian. Tapi menjambak rambut? Kupikir hanya perempuan yang lazim melakukannya.
4.    Nggak Nyambung Diajakin Ngomong Bola
Alan tidak suka bola, sekedar menonton pun tidak. Hanya beberapa nama pemain bola yang dikenalnya, itupun karena mereka “nyambi” sebagai model iklan shampo. Alan juga tidak pernah mengikuti perkembangan bursa pemain. Dia masih mengira David Beckam masih merumput, dan Bepe adalah pemain termahal Indonesia. Ironisnya, meski tak suka bola, Alan paling rajin datang ke tempat fitnes dan beramah tamah dengan mereka yang berdada lebar.
5.    Agak Lebay Dengan Saudara Perempuan
Sama-sama punya adik perempuan, belum pernah sekalipun aku melihat Bintang mengajak adiknya berdua saja jalan ke mall, dinner bareng, saling peluk cium dimuka umum, dan berpakaian senada ketika menghadiri suatu acara. Alasannya beragam, mulai dari males, risih, malu, nggak mau ribet, meski akumulasinya berujung pada satu kata “Bintang Jaim jalan bareng adiknya”. Si Alan justru sebaliknya, jauh dari episode valentine, ulang tahun, tahun baru, kemana-mana Alan rajin bawa adiknya, dan mereka bisa dengan begitu santainya memakai kaos kembaran, berjalan bergandengan ala pacar, mengecup pipi adiknya di hadapanku dan Bintang yang cuma bisa melongo: are you okey?
6.    Suka Bereaksi Berlebihan
Pernah sekali seorang teman iseng melempari kami dengan tikus mainan. Kontan kami yang sedang serius kaget dengan reaksi berbeda. Bintang mendengus, aku mengumpat “Brengsek...”, nah Si Alan yang justru pasang badan, dengan kedua tangan di pinggang, memaki panjang lebar kali tinggi tanpa durasi.
7.    Ribet Dengan Penampilan
Alan adalah orang pertama yang sadar ketika berat badanku bertambah, komedoku meraja-rela di lereng hidung, menghitung jerawat yang singgah di daguku, bahkan tanpa menimbang rasa dia pernah mengataiku: bau ketek. Alan juga penyuka aksesories seperti cincin dan kalung, tapi menolak saat kusarankan untuk menindik telinga. Dia juga tipe pejantan metroseksual yang suka pake parfum dengan aroma menyerbak, bukan hanya di tengkuk atau batang lebar, merasaku dia harum sampai ke sela-sela.
8.    Pacar Misterius
Empat kali memperkenalkan pacarnya termasuk sepupuku, aku bisa menebak tipe perempuan yang disukai Alan. Yang pasti: tidak cantik, tidak seksi, tapi bersih dan bisa dibanggakan di muka umum, mana tahu kalau mereka hanya sebagai tameng. Lalu muncullah beberapa nama yang dibungkus secara misterius dan betapa Alan begitu mengaguminya. Sebut saja Hesti. Tanpa foto dan alamat medsos yang bisa dilacak, Alan menggambarkan bagaimana Hesti begitu manis, dengan sedikit taburan jerawat di pipi kanannya. Konon, masih dari cerita Alan, ciuman Hesti begitu ganas, dia juga jago menghisap dan mau diajak anal (main dubur). Dulu-dulu tiap kali Alan cerita aku mesti merinding, tapi selalu saja percaya. Tapi pernah suatu hari, Bintang berbisik dekat telingaku: yang suka begituan biasanya gay, kok Si Hesti mau ya? Nah itu dia masalahnya, seumur-umur Alan memang belum pernah bilang Si Hesti itu perempuan apa lelaki. Lah, aku ma Bintang juga nggak pernah nanya.
9.    Gay Selalu Punya Komunitas
Tidak di Medsos ataupun kehidupan nyata, kaum Sodom yang satu ini selalu punya komunitas dan mereka tidak sembarang merekrut atau menerima pendatang baru, yah mungkin untuk melindungi rahasia perusahaan. Rata-rata mereka bertemu di tempat fitnes, saling menatap teduh satu sama lain, sebelum kemudian melirik pundak, lengan dan dada. Kemudian mereka berbincang dengan intelegensi di atas rata-rata, nyaris tidak ada kata ehhh ... ah anu, ehh ... . Benar-benar lidah bermain sempurna. Sebagian sumber mengatakan kalau gay identik dengan cincin di jari kelingking untuk memudahkan menjentik. Sepertinya itu bukan pilihan wajib karena Alan dan beberapa teman dekatnya tak seorang pun memakainya. Gay juga tak selalu identik dengan warna terang/cerah, sepertinya itu tergantung selera, tapi komunitas mereka nggak pernah risih pake baju dengan warna senada terus jalan bareng di sekitar taman, mengumbar tawa, seolah dunia hanya milik mereka. Dan yang belakangan baru aku sadari, Alan dan teman-teman suka banget pake kaos yang kerahnya berbentuk V, atau melebar, seolah sengaja pengen dirogoh.
10. Tanya Sang Mantan
Kalau ada orang yang bisa memberi kepastian tentang gay tidaknya seorang laki-laki, tanyakan pada mantannya. Pernahkah mereka berciuman mulut? Pastinya tidak, dengan dalih: dia bilang mulutku bau Mbak. Pernahkah mereka berpelukan? Mungkin iya, tapi tanyakan dulu siapa yang memulai dan dalam moment apa. Dan terakhir apa si cowok perhatian dan begitu memanjakan? Perhatian mungkin, memanjakan? Jangan harap. Salah-salah si perempuan dibilang kegatelan lah kalau sekali merengek. Paling tidak itu akumulasi jawaban dari beberapa mantan Alan yang sudah pernah kudatangi pasca dia bermasalah dengan sepupuku.
Barangkali gejala-gejala di atas sifatnya subjektif, dari Alan dan beberapa teman dekatnya yang diam-diam kujadikan objek penelitian bersama Bintang. Demi pastinya kita memang harus menunggu pengakuan dari si empunya masalah, itupun kalau mereka sudah siap mental untuk mengaku, meski rasanya itu sulit. Artikel ini sifatnya hanya mengantisipasi bagi para ladies agar tidak tertipu seperti sepupuku. Apapun yang terjadi sampai detik ini aku dan Alan masih bersahabat, yah meski sudah jarang bertemu. Jangan salah paham, bukan aku yang meninggalkan, tapi Alan lah yang seolah menjaga jarak dari semua orang, kecuali dengan teman-teman fitnesnya barangkali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sinopsis Film Belahan Jiwa, Sukses Bikin Kita Bingung

Kalau ada film yang sukses bikin kepalaku pening, ya film Belahan Jiwa. Apalagi film Belahan Jiwa hadir di masa mudaku yang belum...