Sebut saja namanya Alan. Kami
bersahabat sejak di bangku SMA hingga kini matang di usia kepala 3. Dengan ekor
bibirnya yang kerap meliuk setiap kali berbicara, aku tidak pernah berpikir
sebelumnya kalau Alan ternyata seorang gay, lebih-lebih dia sering memperkenalkan
pacarnya padaku, dan mereka semua positif perempuan. Hingga di suatu ketika
Alan mendekati sepupuku dan berhasil membawanya ke pelaminan. Belum genap 3
bulan menikah, bahkan aku belum sempat menjual undangan mereka ke tukang loak,
tiba-tiba sepupuku menjerit minta cerai dengan alasan yang sungguh mengejutkan:
Alan belum pernah menjamahku. Dari sanalah fakta terkuak kalau Alan
ternyata seorang gay, meski tentu saja Alan tak pernah secara lugas
mengakuinya.
Belajar dari pengalaman dan bertanya sini situ, disini
aku mau men-share bagaimana cara mengetahui seorang itu gay atau tidak
dilihat gejalanya, karena untuk bisa mendapatkan pengakuan secara “implisit”
saja itu butuh waktu bertahun-tahun, bisa-bisa kamu udah ketipu duluan.
1.
Bedakan “Care” dan “Kepo”
Sebagai ilustrasi, aku punya 2 sahabat
laki-laki: Alan dan Bintang, dan kepada keduanya aku kerap curhat tentang
kelakuan pacarku Rios yang selingkuh tak berkesudahan. Bedanya, Bintang sekedar
mendengar dan memberi saran, itupun kalau kuminta. Nah, Si Alan beda lagi.
Tidak cukup hanya mendengar, memberi kritik dan saran, tak tanggung-tanggung
Alan melibatkan diri terlalu dalam dengan masalahku, seperti ikutan memaki Rios
dan melabrak selingkuhannya. Di satu sisi aku girang punya pengacara gratis,
disisi lain aku heran kenapa justru Alan yang menjadi begitu protektif.
Pacarnya Rios kan aku? Bukan dia.
2.
Suka Syirik Dengan Perempuan
Cantik
Denganku yang sedikit tomboy, Alan baik luar
biasa, tapi tidak dengan teman perempuanku yang lain, terutama mereka yang
cantik, yang punya body aduhai, yang penampilannya necis ala ibu pejabat nengok
suami di bui, Alan paling anti dengan yang begituan. Tiap kali kuceritakan
sebait aib saja tentang mereka, Alan menimpalinya dengan satu wacana yang
isinya mencela dan mengumbar keburukan mereka hingga ke akar-akar. Lebih-lebih
jika itu menyangkut pacar dan perempuan yang sedang didekati Bintang, selalu
saja Alan menemukan sisi terburuk yang bisa meyakinkan Bintang untuk segera
melepas itu perempuan, entah karena alisnya berkelok, hidungnya bengkok,
dagunya punya bakat berjenggotlah, aku saja yang perempuan tak pernah
meneropong sedetil itu. Kadang terpikir
olehku, jangan-jangan Alan naksir Bintang.
3.
Kasar Tidak Pada Porsinya
Pada kasus lain, teman lelaki Alan yang
disinyalir sesama gay pernah terlibat cekcok dengan seorang perempuan di tempat
fitnes. Tidak jelas apa yang mereka perdebatkan. Yang sempat kutangkap dengan
mata kepalaku, teman lelaki Alan menjambak rambut perempuan tadi tanpa ampun. Kalaupun
lelaki terpaksa kasar dengan perempuan karena suatu hal, rata-rata mereka akan
menampar atau memukul sekalian. Tapi menjambak rambut? Kupikir hanya perempuan
yang lazim melakukannya.
4.
Nggak Nyambung Diajakin
Ngomong Bola
Alan tidak suka bola, sekedar menonton pun
tidak. Hanya beberapa nama pemain bola yang dikenalnya, itupun karena mereka “nyambi”
sebagai model iklan shampo. Alan juga tidak pernah mengikuti perkembangan bursa
pemain. Dia masih mengira David Beckam masih merumput, dan Bepe adalah pemain
termahal Indonesia. Ironisnya, meski tak suka bola, Alan paling rajin datang ke
tempat fitnes dan beramah tamah dengan mereka yang berdada lebar.
5.
Agak Lebay Dengan Saudara
Perempuan
Sama-sama punya adik perempuan, belum pernah sekalipun
aku melihat Bintang mengajak adiknya berdua saja jalan ke mall, dinner bareng,
saling peluk cium dimuka umum, dan berpakaian senada ketika menghadiri suatu
acara. Alasannya beragam, mulai dari males, risih, malu, nggak mau ribet, meski
akumulasinya berujung pada satu kata “Bintang Jaim jalan bareng adiknya”.
Si Alan justru sebaliknya, jauh dari episode valentine, ulang tahun, tahun
baru, kemana-mana Alan rajin bawa adiknya, dan mereka bisa dengan begitu
santainya memakai kaos kembaran, berjalan bergandengan ala pacar, mengecup pipi
adiknya di hadapanku dan Bintang yang cuma bisa melongo: are you okey?
6.
Suka Bereaksi Berlebihan
Pernah sekali seorang teman iseng melempari
kami dengan tikus mainan. Kontan kami yang sedang serius kaget dengan reaksi
berbeda. Bintang mendengus, aku mengumpat “Brengsek...”, nah Si Alan
yang justru pasang badan, dengan kedua tangan di pinggang, memaki panjang lebar
kali tinggi tanpa durasi.
7.
Ribet Dengan Penampilan
Alan adalah orang pertama yang sadar ketika
berat badanku bertambah, komedoku meraja-rela di lereng hidung, menghitung
jerawat yang singgah di daguku, bahkan tanpa menimbang rasa dia pernah
mengataiku: bau ketek. Alan juga penyuka aksesories seperti cincin dan
kalung, tapi menolak saat kusarankan untuk menindik telinga. Dia juga tipe pejantan
metroseksual yang suka pake parfum dengan aroma menyerbak, bukan hanya di
tengkuk atau batang lebar, merasaku dia harum sampai ke sela-sela.
8.
Pacar Misterius
Empat kali memperkenalkan pacarnya termasuk
sepupuku, aku bisa menebak tipe perempuan yang disukai Alan. Yang pasti: tidak
cantik, tidak seksi, tapi bersih dan bisa dibanggakan di muka umum, mana tahu
kalau mereka hanya sebagai tameng. Lalu muncullah beberapa nama yang dibungkus
secara misterius dan betapa Alan begitu mengaguminya. Sebut saja Hesti. Tanpa
foto dan alamat medsos yang bisa dilacak, Alan menggambarkan bagaimana Hesti
begitu manis, dengan sedikit taburan jerawat di pipi kanannya. Konon, masih dari
cerita Alan, ciuman Hesti begitu ganas, dia juga jago menghisap dan mau diajak
anal (main dubur). Dulu-dulu tiap kali Alan cerita aku mesti merinding,
tapi selalu saja percaya. Tapi pernah suatu hari, Bintang berbisik dekat
telingaku: yang suka begituan biasanya gay, kok Si Hesti mau ya? Nah itu
dia masalahnya, seumur-umur Alan memang belum pernah bilang Si Hesti itu
perempuan apa lelaki. Lah, aku ma Bintang juga nggak pernah nanya.
9.
Gay Selalu Punya Komunitas
Tidak di Medsos ataupun kehidupan nyata, kaum
Sodom yang satu ini selalu punya komunitas dan mereka tidak sembarang merekrut
atau menerima pendatang baru, yah mungkin untuk melindungi rahasia perusahaan.
Rata-rata mereka bertemu di tempat fitnes, saling menatap teduh satu sama lain,
sebelum kemudian melirik pundak, lengan dan dada. Kemudian mereka berbincang
dengan intelegensi di atas rata-rata, nyaris tidak ada kata ehhh ... ah anu,
ehh ... . Benar-benar lidah bermain sempurna. Sebagian sumber mengatakan kalau
gay identik dengan cincin di jari kelingking untuk memudahkan menjentik.
Sepertinya itu bukan pilihan wajib karena Alan dan beberapa teman dekatnya tak
seorang pun memakainya. Gay juga tak selalu identik dengan warna terang/cerah,
sepertinya itu tergantung selera, tapi komunitas mereka nggak pernah risih pake
baju dengan warna senada terus jalan bareng di sekitar taman, mengumbar tawa,
seolah dunia hanya milik mereka. Dan yang belakangan baru aku sadari, Alan dan
teman-teman suka banget pake kaos yang kerahnya berbentuk V, atau melebar, seolah
sengaja pengen dirogoh.
10. Tanya
Sang Mantan
Kalau ada orang yang bisa
memberi kepastian tentang gay tidaknya seorang laki-laki, tanyakan pada
mantannya. Pernahkah mereka berciuman mulut? Pastinya tidak, dengan dalih:
dia bilang mulutku bau Mbak. Pernahkah mereka berpelukan? Mungkin iya, tapi
tanyakan dulu siapa yang memulai dan dalam moment apa. Dan terakhir apa si
cowok perhatian dan begitu memanjakan? Perhatian mungkin, memanjakan? Jangan
harap. Salah-salah si perempuan dibilang kegatelan lah kalau sekali merengek.
Paling tidak itu akumulasi jawaban dari beberapa mantan Alan yang sudah pernah
kudatangi pasca dia bermasalah dengan sepupuku.
Barangkali gejala-gejala di
atas sifatnya subjektif, dari Alan dan beberapa teman dekatnya yang diam-diam
kujadikan objek penelitian bersama Bintang. Demi pastinya kita memang harus
menunggu pengakuan dari si empunya masalah, itupun kalau mereka sudah siap
mental untuk mengaku, meski rasanya itu sulit. Artikel ini sifatnya hanya
mengantisipasi bagi para ladies agar tidak tertipu seperti sepupuku. Apapun
yang terjadi sampai detik ini aku dan Alan masih bersahabat, yah meski sudah
jarang bertemu. Jangan salah paham, bukan aku yang meninggalkan, tapi Alan lah
yang seolah menjaga jarak dari semua orang, kecuali dengan teman-teman
fitnesnya barangkali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar